Rabu, 05 Mei 2010

Pembangkit Panas Bumi 220 MW Siap Dibangun di Baturraden


Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) siap dibangun di lereng Gunung Slamet di wilayah Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) dengan kapasitas 220 megawatt (MW). PLTP di Baturraden itu merupakan salah satu pembangkit yang masuk dalam proyek pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW.
Kepala Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Banyumas Anton Adi Wahyono mengatakan bahwa proyek pembangunan PLTP Baturraden secara resmi telah dimasukkan dalam proyek pembangunan pembangkit listrik 10 ribu MW. "Kapasitasnya telah ditetapkan yakni 2 x 110 MW. Kalau berdasarkan Peraturan Menteri ESDM no 2 tahun 2010, proyek PLTP di Baturraden akan diselesaikan pada 2014 mendatang,"kata Anton, Minggu (21/1).
Langkah yang telah ditempuh, lanjut Anton, telah dilakukan eksplorasi oleh PT Trinergy dan hasilnya memang ada potensi yang dapat dikembangkan. Setelah itu, nantinya ada keputusan mengenai kuasa wilayah pertambangan (KWP). "Namun sampai sekarang belum ada keputusan KWP. Mudah-mudahan dalam waktu dekat telah ada putusannya, sehingga bisa berlanjut prosesnya," ujar Anton.
Dibandingkan dengan pembangkit lainnya, investasi PLTP memang cukup besar. Karena untuk membangun PLTP dengan kapasitas 220 MW saja membutuhkan dana tidak kurang dari Rp8,8 triliun. "Namun demikian, PLTP memiliki keunggulan ramah lingkungan,"jelasnya.
Selain pembangunan PLTP, Banyumas juga mengembangkan pembangkit alternatif untuk mencukupi kebutuhan listrik pedesaan terutama wilayah-wilayah terpencil dan terisolasi. Pembangkit listrik yang dikembangkan adalah pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Menurut Anton, tahun 2010 ada empat desa yang dijangkau oleh PLTS. Desa-desa itu adalah Desa Bogangin dan Banjarpanepen, Kecamatan Sumpiuh, Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok serta Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen. "Keempat desa tersebut akan diberi 94 unit solar home system (SHS). Jadi masing-masing desa rata-rata antara 20-25 unit, tergantung jumlah rumahnya," ujarnya.
Dikatakan oleh Anton, dana untuk pengembangan PLTS bersumber dari APBD Provinsi Jateng dan Banyumas senilai Rp633 juta. "Nantinya, sel surya akan ditempatkan di masing-masing rumah penduduk. Pemeliharaannya diberikan penuh kepada para penggunanya. Tetapi sebelumnya Dinas ESDM akan memberikan penyuluhan dan pendampingan untuk memelihara SHS," ujarnya.
Selain SHS, pengembangan lainnya adalah PLTMH. Tahun 2010, Pemkab membangun dua unit PLTMH. Satu unit berada di Desa Gunung Lurah Kecamatan Cilongok dengan kapasitas 30 kilowatt (KW) dengan memanfaatkan aliran irigasi Sungai Mengaji. Jumlah rumah yang dilayani mencapai 150 keluarga. Nilai pembangunannya mencapai Rp1,1 miliar yang sumbernya dari APBN dan APBD Jateng.
"Sementara satu unit lainnya berada di Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok. Di desa setempat, alokasi dananya mencapai Rp1,3 miliar dari APBN dan APBD Jateng untuk membangun PLTMH dengan kapasitas 60 KW dengan memanfaatkan aliran Sungai Prukut. PLTMH di desa tersebut akan melayani 150 rumah. Pemeliharaannya diserahkan melalui kelompok pengguna PLTMH yang dananya diambilkan dari iuran para pelanggan setiap bulannya," jelas Anton.

Sumber :www.mediaindonesia.com/


Permasalahan lingkungan hidup telah menjadi sebuah hal yang menjadi biasa dalam berbagai ruang kehidupan. Mulai dari permasalahan sampah hingga permasalahan bencana ekologi. Berbagai pihak mulai melakukan kegiatan penanaman pohon menjelang berlangsungnya pertemuan para pihak untuk perubahan iklim di awal bulan ini. Usai perhelatan akbar tersebut, semua kemudian menjadi lupa akan arti penting sebuah gerakan lingkungan hidup.

Beberapa pihak, terutama para broker, melihat sebuah peluang bisnis dari hasil pertemuan CoP UNFCCC di Bali tersebut. Skema perdagangan karbon menjadi sebuah isu menarik, yang kemudian coba digulirkan di tingkatan lokal. Sebuah lembaga konservasi internasional, bahkan menggunakan surat berkop Sekretariat Provinsi untuk mengundang berbagai kalangan, hanya sekedar untuk berbicara tentang posisi Kaltim terhadap skema Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD). Padahal, jauh di awal tahun, tak pernah terlontar tentang gagasan isu perubahan iklim di lembaga tersebut.


Permainan Kaum Opportunist Lingkungan

Kelompok-kelompok kepentingan sangat memainkan isu yang hangat saat ini dalam kerangka penguatan kelompok. Bila tidak mengikut pada arah aliran air saat ini, maka bisa terhempas pada batuan jeram yang akan menjadikan banyak orang lupa pada mereka. Kelompok “pebisnis” isu lingkungan sangat memanfaatkan momentum, bahkan dengan menggunakan cara-cara yang tidak etis.

Masih tak mungkin terlupakan, disaat sebuah trend pembentukan lembaga pengelola kawasan mulai didengungkan. Banyak daerah yang berlomba membentuk kelembagaan. Badan Pengelola Teluk Balikpapan, Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain, Badan Pengelola Kawasan Lindung Wehea, Badan Pengelola Kawasan Lindung Lesan, yang kemudian lembaga-lembaga tersebut diletakkan pada satu ruang sendiri, dan dipaksa hidup sendiri, disaat baru saja belajar untuk merangkak.

Kaum opportunist lingkungan sangat kental dengan sebuah kegiatan jangka pendek, dengan isu yang hangat. Keikutanan pada isu tidak mengarah pada sebuah perbaikan kondisi yang sebenarnya. Kepentingan pemberi uang sangat kental, utamanya kepentingan politik sumberdaya alam, yang mencoba mengintervensi tata pemerintahan lingkungan hidup di daerah.

Fatamorgana Penyelamatan Lingkungan

Ketika setiap orang telah terbawa arus yang dimainkan oleh kepentingan eksternal wilayah, menjadikan ketidakfokusan dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup sesungguhnya. Permainan yang coba dikendalikan oleh lembaga konservasi internasional sangatlah mengajak para pihak di daerah menjadi lupa akan sebuah bangunan pengelolaan lingkungan hidup yang kokoh di daerah.

Rangkaian pertemuan, pelatihan, hingga studi banding, menjadikan agenda utama yang telah menjadi rel pengelolaan lingkungan daerah menjadi sedikit terbengkalai. Pemerintahan lokal yang punya cara pikir dan cara tindak sendiri menjadi terikut pada arus dan arah gerak yang dimainkan oleh kelompok eksternal.

Upaya penyelamatan lingkungan hidup kemudian hanya menjadi sebuah jargon ataupun tulisan pada sebuah kaos semata. Kerapuhan bangunan kelembagaan lingkungan hidup daerah sangat terlihat, terutama dalam pengetahuan dan kapasitas aparat pengelola lingkungan hidup. Ruh kebersamaan menyelamatkan lingkungan dikooptasi oleh kepentingan yang secara tak sadar melingkupinya.

Kekuatan Kolektif Lokal

Rakyat di wilayah ini sudah saatnya memiliki kekuatan kolektif dalam upaya penyelamatan kehidupan di masa datang. Tidak lagi tergantung pada sebuah kelompok kepentingan yang hanya akan datang sesaat. Pembentukan sebuah kelembagaan di tingkat lokal, harus dilakukan berdasarkan sebuah analisis yang kuat atas kebutuhan kolektif rakyat.

Pemerintahan daerah merupakan pengelola kewilayahan yang menerima mandat dari rakyat untuk memampukan rakyat dalam pengelolaan dan keamanan sumber-sumber kehidupannya. Eksternalitas menjadi sebuah hal yang dapat menjadi tambahan, bilamana memang diperlukan. Sistem pengelolaan lingkungan hidup daerah harus menjadi bangunan yang kuat, yang dibangun berbasiskan kondisi kelokalan dengan membaca gerakan lingkungan skala global.

Tata pemerintahan lingkungan hidup sudah saatnya terbangun dengan sebuah kepemimpinan lingkungan yang tangguh. Kepekaan pemerintah dalam melihat permasalahan lingkungan hidup, bukan lagi berdasarkan asas isu ataupun trend yang dibawa oleh pihak luar. Kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup yang kokoh menjadi sebuah kebutuhan mendasar jangka panjang bagi wilayah ini.

Banyak rakyat negeri ini yang cukup mapan dan cerdas dalam melakukan upaya penyelamatan lingkungan, yang bukan sekedar sebuah kegenitan atas sebuah trend global lingkungan hidup. Ruang-ruang kreasi aspiratif menjadi sebuah hal yang layak dibuka seluas-luasnya. Negeri ini menjadi merdeka karena kekuatan rakyat, dan untuk itu menjadi penting untuk tetap berpegang pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan pihak eksternal yang cenderung hanya akan mengarahkan pemerintah pada jurang kesesatan.

Enam puluh dua tahun Proklamasi dikumandangkan. Rangkaian kata yang bukan semata sebuah puisi pengantar tidur. Kedaulatan negeri ini sangat tergantung pada pemimpin yang berpihak pada rakyat. Kepentingan jangka panjang harus menjadi cara pandang bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan bagi rakyatnya. Tegakkan kepala, bergandangan tangan, bangun kehidupan negeri ini dengan kekuatan mandiri rakyat. Usir segala bentuk penjajahan baru dalam segala bentuknya!

Sumber : timpakul.web.id

0 komentar:

Greenpeace Indonesia

Greenpeace News

Mapala UI

 

teguh cole Blak Magik is Designed by productive dreams for smashing magazine Bloggerized by Ipiet © 2009